Senin, 31 Agustus 2015

FF Henry Sooyoung - Don't Cry


Don’t Cry




Cast : Henry Lau, Choi Sooyoung
Genre : Angst



FF ini adalah ONESHOOTT~


Hope you like this and comment please…
Jangan plagiat juga ya. Hargai aku yang sudah susah-susah cari inspirasi sampe ngubek-ngubek buku catatan lirik laguku :D
Karena ff ini sebenarnya adalah tugas mapel B.Indonesiaku,jadi mohon wajar kalau ada nama yang nyasar jadi nama Indonesia…
O ya, maaf cover untuk sementara belum ku share, besok kalau ada waktu pasti langsung aku lengkapi .



*********************************************************************************

Cahaya bulan terpancar dari matamu
Malam sunyi yang berlalu penuh kesakitan
Sayang janganlah kau menangis malam ini,
Setelah kelam menghampirimu
Sayang janganlah kau menangis malam ini,
Setelah semua ini terjadi
Semua ini akan berlalu dengan cepat
Cintaku akan tetap melindungimu
Jadi sayang aku mohon janganlah kau menangis malam ini
Saat matahari pagi menyapa
Sinar mentari yang mengingatkanku padamu
Air mata yang tertahan akhirnya jatuh

[EXO – Baby Don’t Cry]
 
 
 
            Malam semakin larut dengan sinar remang – remang yang menhiasinya dari atas sana. Malam ini adalah jatah sang rembulan menampakkan seluruh tubuhnya. Memancarkan seluruh cahaya yang ia miliki untuk sedikit membantu penerangan di bawahnya. Dan benar saja. Cahayanya memang sangat membantu Henry. Pria tampan kelahiran Kanada yang menetap di Korea itu tampak fokus memandang suatu objek di hadapannya. Berkat ruang santai apartemennya yang tepat berseberangan dengan bangunan itu, ia mampu melihat gadis itu tiap malam. Gadis yang selalu duduk di balik meja yang persis menghadap jendela kamarnya – juga menghadap ruang santai apartemen Henry. Ia selalu menunduk seolah sedang membaca buku yang terbuka di atas meja. Selama berjam – jam hingga pada halaman ke empat belas – Henry selalu menghitung lembar buku yang di buka gadis itu; lagipula gadis itu selalu memulai membaca dari halaman satu, gadis itu berhenti. Matanya terpaku menatap buku dalam waktu cukup lama.
Henry menelan salivanya yang tiba – tiba terasa pahit. Jangan lagi, ku mohon, jerit hatinya penuh pengharapan. Tapi sia – sia. Gadis itu kembali menjatuhkan airnya yang menurut Henry berharga.

       ***Flashback***

“Youngie,”
        Gadis itu mendongak, menatap sekilas seseorang yang tengah melambai padanya dengan senyum menghiasi wajah tersebut. Itu senyum palsu. Gadis itu sangat tahu akan hal tersebut, namun ia mengacuhkannya dan mulai mempercepat langkah untuk mencapai tempat di mana orang itu menunggunya.
            “Maaf aku terlambat. Apa kau sudah lama menunggu?” sapa gadis itu, Sooyoung.
           “Tidak, aku baru tiba 5 menit yang lalu. Duduklah,” ucap Henry, orang yang tadi memanggil Sooyoung sembari duduk di kursi taman diikuti gadis itu.
            Untuk beberapa saat kemudian suasana hening. Tak ada satupun yang memulai pembicaraan. Mereka layaknya orang yang tak saling mengenal namun tanpa sengaja duduk berdampingan dalam satu kursi.
            Tiba – tiba Henry berdehem. Seketika Sooyoung menoleh untuk mendengarkan.
          “Tiga hari lagi aku harus pergi ke luar kota untuk urusan kantor. Mungkin 5 hari. Apa kau tidak apa – apa?” info Henry.
           Sejenak Sooyoung terdiam, kemudian menggangguk. “Aku akan baik – baik saja. Percayalah.”
         Henry tersenyum. Ia alihkan pandangannya lurus ke depan kemudian menarik nafas pelan. Lagi – lagi mereka diliputi kesunyian untuk sesaat.
          “Henry,”
       Henry menoleh. Sooyoung tampak ragu untuk menyampaikan maksudnya. Ia terlihat cukup gelisah, namun Henry tetap menunggu. Setelah menarik nafas dan menenangkan diri, Sooyoung melanjutkan, “Aku mohon kau jangan marah dan aku sangat minta maaf sebelumnya. Tapi aku tak dapat menolak hal ini. Aku takut jiwamu terancam. Namun aku juga takut akan kenyataan ini. Aku mohon maafkan aku dan kau janganlah terluka.”
          Alis Henry berkerut mendengar penuturan Sooyoung yang menurutnya aneh. Entah kenapa tiba – tiba Henry merasa ada yang tak beres. Cepat – cepat ia memerintah otaknya untuk mengusir jauh – jauh perasaan itu. Mungkin itu hanya perasaannya yang berlebihan. Ya, Henry percaya itu.
             “Henry,”
         Henry masih menunggu dengan hati tak karuan. Ia sangat penasaran dan merasa tak enak dengan suasana ini. Tapi ia berusaha tetap diam.
            “Aku akan menikah,”
           Seperti tersambar petir, seketika tubuh Henry melemas. Otaknya tak dapat bekerja dengan baik. Ia merasa berita ini merupakan mimpi buruk terbesarnya. Meruntuhkan segala mimpi masa depannya. Henry merosot dari kursinya tanpa daya.
            “Maafkan aku, Henry. Aku tak mampu menolaknya. Aku mencintaimu tapi aku tak punya daya untuk menolak keinginan ayahku. Aku ingin melawan, tapi tidak sendiri. Aku ingin memperjuangkan cinta kita bersama denganmu, Henry,” ujar Sooyoung dengan air mata yang mulai mengalir.
            Nyaris Henry menyetujui apa yang Sooyoung inginkan. Namun tiba – tiba ia ingat. Ayah Sooyoung tak menginginkan dirinya. Orang itu menginginkan pernikahan Sooyoung dengan pria pilihannya. Jadi, walaupun ia pergi bersama Sooyoung semua akan terasa sia – sia. Kaki tangan Mr. Choi–Ayah Sooyoung —sangat banyak. Tak mustahil bagi mereka untuk menemukan dirinya dan Sooyoung. Dan kemungkinan terburuknya ia akan mati, sementara Sooyoung pasti akan tetap menikah dengan pria lain. Ayah Sooyoung adalah tipe orang yang keras dan selalu menghalalkan segala cara agar keinginannya terwujud. Lagipula jika ia mati Sooyoung pasti akan sangat kehilangan. Sementara jika ia hidup, ia akan dapat menjadi saksi atas kebahagiaan Sooyoung dan pria pilihan ayahnya itu. Ia yakin kelak Sooyoung juga akan melupakan dirinya.
         “Youngie, kau harus tetap menikah. Aku tahu ini berat bagi kita, tapi lupakanlah aku. Sambutlah kebahagiaanmu, Youngie,” ucap Henry lirih. Sooyoung terdiam seketika. Tak percaya akan apa yang diucapan Henry barusan.
            “A-apa?” suara Sooyoung tercekat.
            “Lupakanlah aku dan tetaplah menikah,” ulang Henry bergetar.
            “K-kau… me-melepas- kan- ku…?”
            “Kita tak bisa bersama, Youngie. Walaupun kita memperjuangkannya semua akan sia – sia.”
            “Tapi… tapi…”
           “Youngie, kurasa hubungan kita cukup sampai disini. Aku mencintaimu, Youngie,” ucap Henry dengan suara bergetar menahan tangis.
            “Tapi… katamu kita akan selalu bersama. Tapi kenapa… kenapa sekarang…”
            Henry menarik tubuh Sooyoung dalam pelukannya. Pelukan terakhir yang dapat ia berikan. Sama halnya dengan Sooyoung, Henry juga merasa sakit. Dadanya sesak dan suaranya seakan hilang. Mati – matian ia menahan air matanya walaupun gadis dalam dekapannya telah menangis deras.
            Henry mengeratkan pelukannya. “Aku sangat mencintaimu, Youngie. Percayalah.”

      ***End of Flashback***

Bip… Bip… Bip…
            Suara alarm itu berhenti semenit kemudian. Henry yang mendengarnya tak bergerak sedikitpun untuk sekedar memeriksanya. Ia tahu itu tanda bahwa jam menunjukkan pukul 07.00 AM. Jadi sudah semalam penuh ia memperhatikan gadis itu. Dua jam yang lalu gadis itu telah tertidur dengan air mata yang sudah mongering di pipinya. Henry yakin ia kelelahan karena menangis semalaman. Andai saja Henry bisa, ia ingin sekali berada di dekat gadis itu. Menyelimuti tubuhnya, menghapus air matanya dan mencium keningnya penuh sayang.
            Tapi lihatlah! Semua yang ia bayangkan memang diterima oleh gadis itu. Namun bukan darinya, melainkan dari Siwon, suami gadis itu.
            Henry terdiam. Tak mampu berbuat lebih selain menatapnya. Seketika otak Henry berputar. Mengenang kembali kejadian setahun silam di taman itu. Memanggil rasa penyesalan atas kebodohannya dulu. Juga keputusan terbodoh yang telah diambilnya.
            Seluruh dugaannya setahun silam ternyata meleset. Sooyoung tidak dapat dengan mudah melupakannya walaupun ada FandiSiwon di dekatnya. Hati Sooyoung masih terus terbayang akan sosok dirinya. Suatu hal yang membuat gadis itu selalu murung dan menangis tiap malam. Henry sangat tahu itu dan sangat menyesal karena tak pernah memperjuangkan cintanya walau ia tahu akhirnya tak seperti yang di harapkan. Ia terlalu pengecut untuk berjuang mendapatkan cintanya. Terlalu takut untuk menghadapi rintangan.
            Henry mengerjap. Sebuah sinar kuning menerpa wajahnya yang kusut lewat jendela di depannya. Ia menghela nafas sejenak untuk melepaskan rasa sesak di dadanya. Kemudian ia angkat kepalanya untuk mendongak ke arah timur.
              Henry terbelalak. Di antara cahaya terang itu, Henry melihatnya. Ia melihat wajah itu. Wajah cantik yang tersenyum ceria dengan mata berbinar mengerling padanya. Tersenyum dengan tulus tanpa beban. Senyum yang selalu muncul dan hanya ditujukan untuk dunianya. Namun semuanya lenyap saat keputusan itu tercetus. Harapan dan keceriaan di wajah itu hilang tak berbekas, membuatnya murung tiap malam, tiap saat.
            Henry terbatuk kecil kemudian menunduk. Setitik air jatuh di atas sebuah album foto yang berisi gambar Henry dan gadis itu di masa lalu. Ia tak berniat untuk menyekanya walau setitik. Malah membiarkannya semakin deras turun.
            “Maafkan aku, Youngie. Aku memang egois dan pengecut. Please, Youngie. Don’t cry for me. Don’t cry.

1 komentar:

  1. Buat tambahan aja, bagi yang mau copas saya izinkan, tapi kalau bisa pakai cr yaa... Atau minimal cantumin nama authornya aja. Terima kasih.

    BalasHapus